2 September 2018

momentum.

Aku memandang pantulan kabur dari kaca di seberang. Bukan cermin, hanya sebatas kaca buram pemisah ruang. Ocehan kawanku hanya tinggal dengung tak jelas, yang menjadi fokusku adalah sosok yang berjalan satu meter di belakangku. Sosok tinggi berkacamata yang meski berbulan-bulan tidak temu muka, namun sosoknya tidak sanggup kulupa.

Tatapanku jatuh pada pintu lift yang terbuka beberapa meter di depan. "Lari deh! Gue males lari, biar ga nunggu lift lagi." Dan kudapati kawanku sudah mendahuluiku, meninggalkanku dengan lelaki di belakangku di ruang nostalgia.

Meninggalkanku bertanya dalam hati,
"Bagaimanakah kabarnya?"
"Apakah baik-baik saja?"
"Perempuan mana lagi yang dilabeli 'yang terkasih'?"
"Apakah.. saat ini ia merasakan hal yang sama?"
Sampai akhirnya kawanku menyahut dari seberang ruang, menyuruhku bergegas.

Dan ketika aku membalikkan badan di balik pintu lift yang bergerak menutup, akhirnya kudapati sosoknya di penglihatanku sejelas hari pertama aku terjatuh cinta. Namun, ia tak pernah berbalik sekedar menawarkan senyum, seperti bertahun-tahun yang lalu.


—awankelabu,
satu momen singkat bersamanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar