30 Juni 2016

Dari selembar folio.

Dan ketika menemukan sisa-sisa folio di map biru yang dahulu menjadi teman kala remaja, ingatanku berputar pada waktu aku menghabiskan tiga tahun yang baru saja usai. Tiga tahun yang rasanya nano-nano, tak pernah terprediksi. 

Dari yang ketika melangkah masuk cuma kenal anak-anak alfalah saking terlalu minoritas cuma lolos 8 anak. Dari yang pertama kali masuk kelas merasa terintimidasi karena isinya kok anak-anak spensa semua (mostly). Dari yang first impression-nya kok kelasnya cowoknya lumayan-lumayan (re: ada Reyhan & Ajes yang jadi aset kelas). Dari yang awkward karena gak pada kenal.

Tapi yang pasti sih, kayaknya dari jaman ke jaman tetep dramkor ya. 
Intermezzo abis, Lin. 

Sampai ketemu guru yang gak pernah bisa dimengerti maunya gimana. Atau yang suka kasih banyak worksheet sampai yang liburan harus pulang ngumpulin tugas. Atau yang kalau ulangan cuma lima soal tapi hampir give up tiap kali ngerjain. 

Yang kalau ngajar setengahnya belajar setengahnya cerita karena 4 jam pelajaran itu membosankan. Yang kalau kata orang ngajarinnya cuma nyanyi doang. Yang kalau pelajaran dijelasin dikit habis gitu soal terus maju ke depan. 

Dari wali kelas yang selama dua tahun entah mengapa enggak berasa punya wali kelas kecuali beliau datang untuk ngajar. Sampai wali kelas yang rela membantu benerin nilai. 

Dari yang nggak kenal, sampai saking kenalnya nggak sungkan minta film. Dan nggak sungkan kerja sama, if you know what I mean. Sampai kita punya kaos kelas yang sampai sekarang hobi tak pake kalau pergi-pergi santai because it's comfortable

Dari yang kalau duduk gerombolan, sampai akhirnya harus pakai kocokan biar nggak sama itu-itu terus. Yang kadang masih juga pindah tempat karena temen duduknya kadang nggak cocok. Sampai juga kelas 12 yang temen sebangkunya tetep tapi pindah tempat duduk doang. Yang rusuh kalau dapet tempat duduk, biar pas aja gitu kalau lagi ulangan. Ya nggak?

Yang kalau lagi bimbel dulu sampai ngantuk-ngantuk tapi demi UNAS. Yang kadang kalau Fisika, Bu Pur minta tanpa istirahat biar ndang pulang. Atau ketika Matematika yang agak telat datang, dan telat pulang. Dan lain-lain. 

Dari males-malesan pelajaran BTQ sampai pada rajin karena gurunya enak pas kelas 12, yang ditaksir sama Lia. Yang pas pelajaran agama ada nikahan buat tugas. Yang ended up asik banget ada musik-musik dan Pak BTQ juga ikut manggung. Sumpah rek, aku masih tidak bisa move on dari nikahan yang asik banget. 

Yang akhirnya fotonya bisa bener-bener 36 anak dengan ekspresi masih bahagia karena masih Desember, belum menghitung H minus berapa menuju UNAS. 


Yang kayak gini bahagianya:


Intinya? Nggak ada. 
Cuma tiba-tiba lihat folio, dan keinget pas SMA aja. Pas ngelewatin banyak hal sama mereka. Yang pas hectic banget menuju UNAS sampai kayaknya mau ngapa-ngapain... halah mau UNAS rek. Yah walaupun setidaknya, nonton bareng di kelas tetep terlaksana. Thanks to Saniya. 

Ya udah. Kangen aja. 
Semoga kalian sukses di universitas masing-masing! 

2 Juni 2016

Untuk kamu yang ditunggu; mengertilah.

Ironisnya..

Dia menghafal hari-hari dalam seminggu
untuk meraba kapan orang yang ia tunggu pulang.

Dia bisa berhitung untuk mengetahui berapa lama lagi
seseorang yang ia tunggu kembali ke rumah. 


Ironisnya,
dia selalu menunggu.
Entah sampai kapan.