27 September 2015

Make your move.

Kadang manusia itu kurang ajar nggak nyadarnya. 
Atau nggak peka.
Atau... ya kurang ajar aja. 

Apakah mereka sadar, menanti itu nggak enak? Sesabar apapun orangnya, sebanyak apapun orang itu berkomitmen akan menunggumu dengan berkata "take your time to think", atau sampai yang bahkan tidak berkata apapun namun cuma menunggu kamu untuk make your move (seperti aku). 


Karena ya... benar-benar menunggu itu nggak enak, Dear
Apalagi yang nggak pasti. 

Mungkin aku berkata seperti ini, mungkin kamu-kamu juga sedang menunggu si dia. Mungkin aku juga kurang ajar berkata seakan-akan aku nggak ada di posisi kamu yang kutunggu. 

Tapi seenggaknya, nggak bisa ya kasih sedikit kepastian atas hati orang yang menunggu?
Entah dia menunggu untuk kamu berubah, menunggu kamu untuk berkata sesuatu yang mungkin akan membuat orang itu lega, atau menunggu kamu memutuskan cinta mana yang kamu pilih. Karena sayangnya, orang yang nunggu kamu itu juga suatu saat akan jenuh. 

Aku (dan mungkin orang lain yang menunggu) akan pergi karena lelah. Mungkin kami--aku--belum dapat kepastian dari kamu.

Aku pernah membaca bahwa kesabaran itu tidak ada batasnya, namun manusialah yang membatasinya. Namun, bagaimana bila ia sudah jenuh menanti? Bagaimana pada akhirnya dia juga ingin bahagia tanpa menunggu seseorang? Ingin mencintai dan dicintai tanpa penantian panjang, yang malah terkadang sia-sia.

Bukankah semuanya sama? 
Tidak ingin ada penantian panjang untuk kepastian?

16 September 2015

Memori.

Dari hal-hal yang pernah kulewati,
ternyata yang paling menyakitkan adalah memori. 

Pernahkah kamu membuka beberapa album lama, berisikan foto-foto tentang hal-hal yang kamu lalui? Apa yang kamu rasakan? Pernahkah kamu iri dengan potret dirimu yang masih tersenyum manis di sana? Tanpa beban, tanpa tekanan. 

Aku selalu iri dengan potretku sendiri di dalam album itu. Mengapa aku pernah merasakan kebahagiaan tersebut, apabila itu hanya sementara? Karena bagiku, ke-sementara-an tersebut justru menyakitkan. 

This world runs too fast
Seakan masa bahagia itu hanya angan-angan yang selalu kuimpikan. Suatu hal yang mustahil kembali kurasakan. Dan ternyata, people change. Tidak ada lagi orang-orang yang dahulu menjadi sandaran lagi. Tidak ada lagi orang-orang yang setiap hari membuatku tertawa lepas. 

Memasuki ruang ini membuatku menjadi sesak. Sesak akan ketidakpedulian yang membayangi. Duduk di ruang makan sendiri, menatapi kursi-kursi yang tak terisi seperti dahulu. Dentingan sendok ternyata masih enggan membunuh sepi yang kini menjadi temanku. 

Kosong.
Itulah yang selalu kurasakan begitu aku pulang. Kata orang, istilah 'pulang' dan 'rumah' itu adalah satu paket yang selalu diidam-idamkan orang. Tapi ternyata, kata 'pulang' pun kini tak berarti apa-apa. Aku pulang, namun sunyi ini terlalu menyiksa sehingga rasanya, ini bukan lagi tempatku berpulang. Tempat yang dulu kusebut rumah. 

Berbahagialah kamu, yang memiliki rumah seperti yang kuidamkan.
Yang hangat dan penuh kebahagiaan. 


Oh ya, aku berbicara memori ya?
Ternyata memori memang menyakitkan. Karena setiap kali aku melihat kembali potret-potret di dinding, aku menyadari semua sudah berlalu. Semua sudah menjadi satu kenangan yang mungkin, di masa depan, aku tak pernah bisa lagi menggapainya. Tidak bisa lagi merasakannya. 

Yang menjadi luka adalah, ketika kamu menyadari hanya kamu yang tersiksa dengan perasaan ini. Orang-orang di sekitarmu ternyata hidup baik-baik saja dan tetap tak peduli.



Dedicated to all of people yang merindukan hangatnya rumah,
yang merindukan seseorang (atau mungkin banyak orang?)
yang ternyata sudah tidak peduli lagi.

Ditemani lagu Christina Aguilera - Hurt,
yang sukses bikin baper.