16 September 2018

mimpi tentangmu, lagi.

Selamat pagi, untuk kamu.

Pagi ini aku terbangun, menyadari bahwa usai bertahun-tahun, kamu lagi yang hadir dalam mimpiku. Dari sekian banyak lelaki yang berlalu-lalang akhir-akhir ini, malah kudapati sosokmu berada di dekatku—yang nyatanya keberadaan ragamu bermil-mil jauhnya dari tempat aku terbangun. Jarak yang membentang, ditambah jalinan tahun yang telah terlewati, membuatku selalu merasa kamu tidak lagi sosok yang seharusnya hadir karena rindu pun aku tidak. 

Perlu kuceritakankah bagaimana keberadaanmu?
Terlalu manis. Itu saja.

Padahal kala cinta itu benar-benar bersemi di masa lampau, kita masih terlalu muda untuk melabeli bahwa itu adalah cinta sejati. Sejatinya, itu adalah apa yang orang sebut cinta monyet. Rasa suka di masa muda yang mungkin kemudian terkikis oleh waktu. 

Namun, seperti saat engkau pergi berkilometer jauhnya dari tempat kita bersua, aku sudah menetapkan bahwa dirimu—dan setiap kenangan tentang kita, memiliki sudutnya tersendiri dalam hati. Memiliki kotaknya, khusus kukunci agar tidak lagi perlu kubuka di kemudian hari. Kusimpan hanya agar tidak lagi kujamah di keesokan hari kala aku meratap pada takdir. 

Tidak perlu hari ini, beberapa waktu lalu kamu berhasil memporak-porandakan jalinan kata 'melanjutkan hidup' yang menjadi tameng hatiku. Dengan satu kata, "Aku kangen, semalam mimpi tentang kamu," sudah cukup memberikan goncangan dalam ketenangan yang bertahun-tahun kulatih. Hidupku sama berantakannya dengan satu kota yang hancur setelah gempa, malah lebih parah. Perlu beberapa orang silih berganti untuk mengobati rasa rindu yang tidak pernah berkesudahan.

Mengapa?
Karena dirimu memasuki satu zona di mana arti tidak tergapai berarti secara makna maupun harfiah. Terlalu jauh untuk mendapati sosokmu, pun aku tidak mampu lagi melihatmu tanpa mendapati rindu yang kupupuk akan membuncah. 

Aku tidak tahu, apakah perlu bertahun-tahun kemudian harus terus begini. Pasalnya, setiap kali aku melihat media sosialmu, aku selalu mensugesti diri bahwa aku baik-baik saja—dan benar aku baik-baik saja melihatmu dengan wanita lain. Tapi perlukah di tahun-tahun berikutnya, ketika kamu hadir lagi dalam mimpiku, aku merasakan rindu yang menyesakkan ini? 

Aku lelah untuk terus memupuk rindu ini sendiri. Namun keberanianku telah lenyap seiring kamu memiliki kekasih hati, tak sanggup aku menjadi perusak jalinan kasih antara dua cucu adam. 

Maka, kusimpan semua sendiri.
Bersama ribuan aksara yang kurangkai untuk mengobati rindu ini. 


—awankelabu, 
kuharap rinduku tak membebanimu, cukup hanya aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar