22 Oktober 2015

Ternyata:

Ternyata kamu masih ada di sini,
ternyata kamu masih ada di dalam memori.

Ternyata kenangan itu masih belum mengkristal, 
sejalan dengan hatiku yang membeku.

Ternyata waktu hanya berjalan searah,
tanpa membawa sisa-sisa perasaan kala itu.

Ternyata,
selama ini,
masih ada kamu di hatiku.
Entah mengapa.

5 Oktober 2015

(Don't) Light up the dark.

Gelap.
Aku sering bertanya-tanya mengapa hampir sebagian orang takut akan kegelapan? Meski sekali pernah saya juga rasakan, tetapi tak pernah 'setakut' mereka yang bahkan enggan untuk di dalamnya. Apa yang perlu ditakutkan? Sesuatu yang akan muncul dan membawa mimpi buruk?

Bagi saya, gelap adalah sebuah batas dimana saya bisa menjadi saya yang banyak dengan kata-kata. Saya yang terlempar dari kehidupan nyata, yang benar-benar penuh drama. Kegelapan juga membawakan saya kepada satu hal yang mahal untuk didapatkanmelihat bintang. Walaupun untuk saat ini, probabilitas untuk melihat bintang dengan mata telanjang kayaknya juga mulai menjadi hal yang sangat sulit. 

Bintang saja, butuh gelap untuk menunjukkan dirinya.
Kenapa orang-orang begitu takut?

Dalam gelap pula, pikiran saya selalu berkelana. Entah meraba masa depan yang rasanya terlalu jauh. Atau kembali memutar kaset lama tentang cerita yang sudah lalu. Atau hanya berandai-andai tidak jelas. Banyak yang bisa kita lakukan ketika gelap. Ketika dunia bukan lagi nyata tak juga maya, kita di ruang antara kesadaran. 

Banyak pertanyaan yang kerap kali muncul. Berbeda-beda setiap harinya. Mempertanyakan apa sih makna hidup? Kenapa kita harus jatuh cinta? Kenapa nggak bangun cinta? Kenapa kita harus begini? Kenapa kita harus begitu? Pikiran saya berkelana, mencari jawaban. Walau rasanya mustahil ketika kamu berada di ambang kesadaranmu yang kian menipis. 

Pernah saya sekali memutar sebuah jejaring sosial kembali pada jaman 'susah'. Ternyata dunia ini begitu cepat berputar, ya. Banyak hal yang sudah terjadi, sadar atau nggak sadar (walau kenyataannya kayaknya semua saya sadar-sadar aja). Banyak hal yang sudah berubah. Dan ternyata, perubahan tersebut adalah orang-orang yang dulu sangat dekat dengan kita. Orang-orang yang kerap kali datang setiap saat, mungkin sampai setiap detik. Mereka yang menjadi sandaran kamu ketika kamu merasa 'he/she is the one'. Walau akhirnya melebur sudah dengan kenangan. 

Ada lagi hal yang ternyata sudah terlewati, dan rasanya kini susah kembali untuk kugapai. Hal-hal itu terjadi ketika saya bahkan tidak pernah ingat pernah saya alami. Masa kecil. Adalah masa-masa ketika kamu bebas menjadi apa yang kamu mau. Tidak peduli apa yang akan orang bilang tentang kamu. Tidak peduli seberapa besar hal yang akan menghalangi kamu. 


Mungkin kamu bertanya-tanya. apa sih tujuan saya nulis ini?
Saya pun nggak tahu. 

Yang saya rasakan saat ini adalah kelelahan luar biasa. Lalu gelap melingkupi namun nyatanya enggan untuk beristirahat. Yang ada, malah jadi over-thinking. Kemana-mana. Dan ternyata, hanya dengan dalam kegelapan saya bisa istirahat akan berpikir yang monoton. Seakan membuka kotak pandora yang berisi jutaan ide yang tidak pernah terpikirkan. 

Mungkin sudah seharusnya saya nggak pernah mengejar kamu. nggak pernah berharap sama kamu. Atau meminta apa-apa padamu. Karena nyatanya, kamu nggak pernah menyikapi satu hal pun. Tapi gimana kalau saya tidak bisa untuk mengalihkan pandangan saya dari kamu? Yang kemungkinan untuk bertemu seperti 99,9% dari kemungkinan-kemungkinan lain. Kenapa? Kenapa bukan pada orang yang mencintai saya tulus saya jatuhkan rasa ini? Bagaimana bila sampai nanti, aku bahkan nggak bisa menghapus jejak kamu? Aku harus apa?

Dan ketika lampu akan menyala keesokan harinya, saya akan kembali pada dunia saya. 
Pikiran monoton.
Hari yang monoton. 
Kehidupan yang tidak ada semangat. 


Dalam gelap (dengan pencahayaan laptop),
dengan list lagu yang nggak jelas.
Lebih-lebih ada Writing's on the Wall yang radak nganu.
Saya rindu kamu yang dulu.