8 November 2019

self-destructive.

do you know what scares me to death?
realize that i am the biggest destruction for myself.

akhir-akhir ini, aku banyak refleksi diri sendiri. sebenernya, kalau mau jujur, aku sadar aku banyak nyakitin diri sendiri sama orang lain. tapi mungkin, aku banyak denial selama ini. mikirnya selalu "yang penting diri sendiri dulu aja". selalu gitu. sampai di satu titik, aku ngerasa banyak hal yang udah berlalu ya emang salahku.

aku selalu merasa i fall in too deep, dalam waktu yang cepat, sehingga dalam waktu yang cepat pula aku ngerasa 'bosen'. kayak... perasaanku habis gitu aja. hambar. and i left, without a real explanation. mungkin itu kenapa kalo pacaran, aku ga pernah setahun bahkan lebih. pernah sih, sekali. itu pun pada akhirnya beneran jadi temen karena ya senyaman itu jadi temen daripada pacar.

kayak sekarang.
have i told you i love this kind of guy, yang bikin sinting berbulan-bulan karena jauh-jauhan? yea. aku ngerasa i poured everything too fast in the beginning. all those poems about him, all those love I had, everything. I rushed everything. dan ketika it hit '3 bulan' thing, I feel.........empty? idk.

idk it's about 3 months thing,
atau karena aku pernah secara ga langsung 'mengucapkan' kalo aku sayang dia.
idk.

karena setiap kali aku gamblang sama perasaanku, the other day, i just feel so empty. kayak.... kalo aku bilang hal itu tuh, semua perasaan yang aku punya udah aku kasih aja. dan ga meninggalkan jejak di aku sehingga yang aku rasain udah ga ada lagi. kayak tiba-tiba, eksistensi dia udah gak berpengaruh sama aku.

yang menyebalkan...
ketika akhirnya mereka juga nyerah. tiba-tiba aku ngerasa 'ditinggal'.

iya, aku tahu.
padahal duluan aku kan yang pergi?
kenapa aku yang merasa ditinggalkan?
ya kan?

that's the thing. aku merasa, aku self-destructive.

kadang, aku pengen banget ke psikolog. pengen ngerti aja, kenapa aku begini. kenapa aku gak bisa komitmen in a relationship. kenapa aku ngerasa aku menyakiti diriku sendiri. kenapa, kenapa, dan kenapa. cuma endingnya aku selalu mikir, emang separah itu kah aku sampai pengen banget ke psikolog? bukan karena takut dicap 'gila'. aku cuma ngerasa, hal yang aku hadapi itu cuma remah-remah diantara orang-orang yang beneran punya mental health. aku jadi berasa self-diagnose gini ya? sok tau kamu lin, lin.

nyadar itu, butuh waktu ya?
butuh keberanian buat akhirnya 'nerima'.

sedihnya, sampai saat ini tuh masih terjadi.
dan idk what to do...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar