aku akui aku tidak pernah menuliskanmu ketika bersama. pun ketika berpisah, rasa-rasanya hatiku tetap se-membeku hari pertama kamu menyapa. tidak, bukan salahmu. aku yang terlalu terpuruk hingga tak mampu sekedar menyadari ada kamu.
aku akui biasanya ketika cintaku dalam, aku sering menuliskan pada puisiku. kepada kata-kata yang terangkai, kutitipkan sebuah harapan yang kurajut dengan si dia sang inspirasi. dan kamu, bukanlah orang itu. sosokmu tak pernah hadir dalam rangkaian kata-kataku. mohon maaf, sayang, waktumu kubuang sia-sia. begitu saja.
namun pada akhirnya, aku menuliskanmu. jauh usai badai mereda, usai kau tidak lagi ada di semestaku. kamu telah mengepakkan sayapmu sendiri, pada mimpi dan ambisi di Ibu Kota. dan jauh usai kau memiliki dia yang akhirnya menjadi pemujamu.
tidak—bukan aku menyesal. justru yang kudapati adalah bahwa aku ikut bahagia. pada akhirnya, ada dia yang mengerti maumu. ada dia yang menjadi penyemangatmu. tidak perlu kamu meratap pada yang lalu, cerita kita telah usai. sedari awal, seharusnya aku tidak pernah memberikanmu setitik asa, karena nyatanya aku tidak mampu merajutnya bersamamu. seharusnya, rasaku kubiarkan mati.
ini bukan tulisan untuk membuatmu kembali mengingatku. tidak.
ini adalah tulisan penuh kebahagiaan. tentang aku yang kembali sendiri. dan kamu yang akhirnya berbahagia. tidak apa. aku ikut bahagia, tentu saja.
—awankelabu, selamat berbahagia untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar