27 April 2021

yang sedang sendiri dalam kesendirian.

 Halo untuk kamu, siapa pun kamu yang (akan) membaca.

    Lately, I feel like my life was.... weird. Aku kehilangan semangat untuk menjalani hari. Aku kehilangan 'niat' untuk bercerita. I've been an amateur writer for.... so long. Sampai tidak ingat sejak kapan suka menulis. Aku suka merangkai kata, yang akhirnya kutujukan untuk dia yang tidak akan pernah membaca. Aku suka menceritakan perasaanku, yang kemudian ketika orang membaca, merasakan hal yang sama di lain kesempatan. 

    Setahun ke belakang ini, adalah pertama kali dari bertahun-tahun aku merasakan kehilangan sampai-sampai tidak dapat merasakan apapun. Tidak amarah, sedih, kecewa.... hanya kosong. Kekosongan yang menggigit. Yang memberikan sebuah lubang dalam jiwa, yang aku pun tidak tahu apa yang dapat mengisinya. Beberapa orang akan bilang, "Ibadah dong!". Yah... aku tidak tahu apa ibadahku kurang khusyuk atau ibadahku hanya sekadar karena itu kewajiban yang telah kehilangan makna. Yang lain akan berkata untuk mencari seseorang yang baru. 

    Mencari seseorang yang baru ketika dirimu sedang di 'ambang' yang tidak pasti sebenarnya tricky. Ya, tidak munafik, I feel the loneliness in all these years. Tidak ada lagi yang bisa kutelepon ketika memiliki kabar baik untuk berbagi kebahagiaan, tidak ada lagi yang ikut repot ketika alat elektronikku tiba-tiba saja ngambek, tidak ada lagi cerita keseharian yang meski lama-lama membosankan, namun akhirnya dirindu. Ah... tentu saja. Rindu itu sendiri. Menjadi memang memuaskan ketidak-mau-repotan hidup, tapi pada akhirnya, kamu hanya membagikan seluruh emosi dan perasaan dalam dirimu sendiri. Yang kalau dikonklusikan: mendem perasaan. 

    Belum lagi manusia-manusia di luar sana yang selalu berkata, bahwa kita harus menyembuhkan diri dahulu untuk menerima orang lain. Mana ada sih, yang menerima seseorang yang 'compang-camping'? Yang mungkin, struggle-nya bukan perkara harus move on dari masa lalu. Yang bebannya, tidak sekadar kesedihan yang dibagi di media sosialnya. Yang mendem semua untuk dirinya sendiri karena tidak ada tempat untuk bersandar. Mau sembuh, gimana caranya?

    Ah, tenang saja. Aku juga tidak tega membagikan bebanku pada siapapun. Yang selalu kutanam dalam hati, adalah bahwa semua sedang berada dalam perangnya masing-masing. Finansial, romansa, mental, ah... banyak sekali perjuangan setiap orang. Hanya saja... ada kalanya aku ingin memiliki seseorang di sebelahku yang berkata, "It's going to be okay. You're going to be okay. I'm here for you." Terdengar mudah sekali, kan? Tapi untuk seseorang yang sedang berjuang untuk 'sembuh', it means a lot

    Jadi... sebenarnya, aku berhak tidak sih menemukan seseorang? Yang mau mendengarkan kediamanku yang selalu memendam semua untuk diriku sendiri. Yang mengerti walau hanya, "Jadi.. Begitu.. Yah gitu lah.. Ngerti, kan? Aku susah njelasinnya.". Yang menerima tulisan-tulisanku yang terkadang aku bahkan tidak tahu untuk siapa. (Ah, sebuah intermezzo, ada yang pernah merasa aku tidak move on hanya karena tulisanku. Terkadang, tulisanku memang terlihat seperti masa lalu yang tidak aku lepaskan. Padahal.... itu hanya kata demi kata yang kurangkai karena hanya dengan kata-kata aku senang berteman)

    Sesungguhnya, kekosongan ini sudah mulai membuatku muak. Adakah seseorang yang pada akhirnya mengerti dan menerima hidupku yang tidak mudah ini?


    Tenang saja. Aku akan memberi waktu untukmu bertumbuh dan bermain game. Kalau ketemu sama teman-temanmu, aku tidak akan telepon lima menit sekali seperti psycho yang takut diselingkuhin, hehe. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar