25 Maret 2018

kepada lembar tak tersentuh:

aku terbiasa menuliskanmu dalam setiap puisiku. tentang duka kala kau berpaling tak lagi menghiraukan, hingga bentuk kebahagiaan walau hanya sekilas nampak senyummu dari seberang keramaian. hal-hal kecil itu mengajakku untuk merangkai kata, menceritakan indahnya kamu dalam surat-surat yang tak kusampaikan.

namun akhir-akhir ini, kudapati aku merenung di lembar putih tak bertinta. habis sudah kata kurapalkan, tidak menyisakan sedikit untuk aku sekali lagi menulis. seakan-akan segala kata indah sudah jenuh menertawakanku yang terus mengagumi dalam diam. seolah mereka mencela bahwa seharusnya kusudahi semua tentangmu. 

entah mengapa, rasanya pilu. ternyata nafas pada setiap puisiku sudah habis. baru kusadari, ribuan frasa ini telah kutulis dalam keputusasaan, mengubah setiap ingin menjadi asa tak terbatas. harusnya aku tahu, sedetik kala kau tidak lagi untukku. harusnya, aku mengerti. 

dan yang kini kulihat hanya kobaran api, menghabiskan seluruh kertas penuh penggambaran akan dirinya. berharap, dengan tertelannya kata oleh api, dapat menguapkan seluruh cinta yang kueja dengan apik pada setiap nafasku. karena sejujurnya aku lelah, untuk terus merasakan ketiadaan ketika kutatap lembaran suci tak tersentuh. 

karena sejujurnya, 
sudah tak ada kata lagi untuk menggambarkan kamu di puisiku. 


March 25th // 00.13am
—awankelabu
tentang aku yang masih meratap di depan layar putih, tak terisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar