Aku melihatnya berlari dari kejauhan. Jam di tanganku sudah melewati angka sembilan dari jam tujuh, menit terakhir sebelum kata terlambat mencoret absen. Yang di sebelahku, masih teman yang sama dengan pertemuan-pertemuan lalu.
Ingin kuteriakkan, "Dasar, telat terus!". Namun sosoknya terlalu jauh pun takut kau tak mendengar. Dan ketika lift terbuka di seberang—seperti cerita yang lalu, kawan baikku berlari ke dalamnya.
Kali ini, aku mengikutinya. Dan dari lift yang terbuka berseberangan, aku melihatmu. Aku dapat menyalurkan rindu akan sosokmu.
Namun seperti yang lalu, kamu tak sekali pun menyadari adanya aku di semestamu.
—awankelabu,
yang terlupakan.
yang terlupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar