1 Januari 2018

Tentang euforia tahun baru.

Gemerisik kembang api menyusul dalam sunyi. Gelap malam bukan lagi sesepi dahulu, namun kali ini bintang pun terkaburkan oleh cahaya ilusi. Warnanya beragam, seolah ingin memeriahkan hari baru. Padahal kita tahu, keesokan harinya kita hanyalah orang-orang yang sama di lain tahun.

Pada dasarnya, kita adalah topeng yang terus mengukir senyum di antara pilah-pilah pemikiran. Tentang kredit yang belum usai, tentang utang-piutang yang entah dengan siapa, tentang keinginan yang selalu tak sejalan dengan kebutuhan, tentang hidup yang tidaklah pernah adil. Pada siapapun. Namun kita terus berpura-pura, pergantian tahun membawa setitik debu emas bernama harapan semu dari dunia antah-berantah.

Dentang memekakkan suaranya, susul-menyusul dengan riuh-redam yang tidaklah sirna walau malam terus menggelayut. Mereka bilang, lupakan saja sejenak. Tidak ada yang lebih baik dari euforia terompet yang meraung, kembang api yang tumpuk-menumpuk, hingga ciuman tahun baru pada orang yang tak akan pernah kita tahu namanya. Tidak ada lagi yang lebih penting dari pergantian angka yang terus berlari mengejarmu.

Dan pada akhirnya aku terhanyut, berusaha melepas semua penat. Melepas semua pemikiran yang tidak pernah kuhempas barang sejenak. Bergabung dengan keramaian yang tak pernah mengisi kekosongan. Tidak apa, kali ini aku ingin berbaur agar tak merasa sendiri.

Tidak apa, kali ini, aku tak ingin menjadi sendiri.

Selamat berbahagia, jiwa yang sepi.