14 Desember 2016

Janji, lalu pergi.

Aku masih ingat kala aku membicarakan mimpi-mimpiku akan pantai-pantai tersembunyi, indahnya kawah gunung, dan asyiknya liburan di tempat-tempat terpencil. Pasti menyenangkan mendapati tempat-tempat indah tak terjamah, memilikinya dalam potret tak bermasa. 

Semua lebih terasa menyenangkan kala kamu menambahkan ceritamu tentang petualanganmu. Tentang betapa sulitnya mencapai pantai indah tak bertuan, tentang off-road di Bromo demi mencapai terbitnya matahari, dan tentang asyiknya bermusik di kala sunyi. Kamu selalu memiliki cerita yang kudambakan, tentang tempat-tempat yang selalu kuinginkan. 

Dan di sela itu, kamu berkata, "Nanti kuajak ke sana pas libur."
Bukankah itu janji yang manis? 

Menyenangkan bila dibayangkan menjelajah tempat baru bersama kamu. Memotret setiap tempat dengan senyum dan tawa itu. Menikmati hari dengan hangatnya cerita yang selalu kamu beri. Sudah kubayangkan betapa menyenangkan liburan di tempat-tempat baru bersamamu. 

Namun belum sempat kupotret dirimu, kamu hilang. Entah apa yang tidak kumiliki sehingga kamu meninggalkanku. Entah apa yang ia miliki, kamu pergi. Rupanya, aku tidak cukup untuk menjadi pelabuhan terakhirmu. Ternyata, aku tidak cukup untuk menjadi teman seperjalananmu nanti. 

Mungkin memang benar, janji manis begitu mudah diucapkan di kala senang. Lupa diberi kala sudah tak berarti. Mungkin benar, aku hanya akan selalu menjadi tempat pemberhentian sementara tatkala lelah. Lalu ditinggal pergi, kala bersemangat memburu cinta kembali. 

Lalu apakah kamu akan kembali dengan janji-janjimu?
Entahlah. Aku sudah lelah menanti.