18 Januari 2016

Untuk kamu, Tuan Pemilik Hati.

Untuk kamu yang tercinta, 

Hai, apa kabar? 
Sudah sangat lama waktu berlalu sejak terakhir aku mendengar kabarmu. Waktu ternyata masih berputar, namun kini terlalu lambat hingga setiap detiknya terlalu terasa. Hampa. Dan walau aku masih bisa bernafas normal, tanpamu, hidupku tak pernah lagi berwarna. 

Kamu ingat terakhir kita berbincang-bincang? Aku masih tidak bisa melupakan walau dengan berat hati aku menghapus chat-mu (yang nyatanya, masih terpatri dalam benakku setiap kata-katamu). Kamu bilang, kamu rindu. Aku tertawa meremehkan. Setelah sekian lama, kamu baru rindu

Ingin rasanya kutumpahkan semua amarahku. Ketika kamu hilang. Ketika kamu tiba-tiba datang dengan status yang tidak bisa kupahami. Ketika kamu lagi-lagi ada dalam peredaran hidupku. Ketika kamu... akhirnya mengatakan rindu itu. Kenapa setiap kali aku ingin berjalan di atas serpihan hati ini untuk membuka lembaran baru, kamu lagi-lagi datang?



Untuk kamu yang masih terukir di hati, 

Tolong beri aku sebuah kepastian. Sebenarnya, apa yang kamu rasa? 
Walaupun berkali-kali kamu datang dan pergi, serta kembali kepadanya, kamu tidak pernah sekalipun meninggalkan satu hal yang kutunggu: kepastian atas perasaanmu padaku. Hal yang mungkin saja bisa menyelesaikan penantianku selama ini. Apa terlalu sulit untuk kamu mengatakan hal itu?

Setiap kamu kembali pergi, aku selalu bertanya dalam hati apa yang sebenarnya kamu inginkan? 

Aku mengerti. Mungkin aku yang terlalu banyak mengharapkanmu. Namun, tentu aku tidak akan begitu saja akan berharap apabila tidak diberi harapan kan? Meskipun terlihat semu, aku merasakan bahwa semua itu akan nyata pada waktunya. 

Waktunya kapan? 
Entahlah. 


Dariku yang sedari dulu tak bisa pergi dari bayangmu,
I'm still in love with you