30 Juni 2024

summer playlist

looking at a playlist i made for the past june (and will be continued as summer playlist maybe until august) and it's kinda diverse. in genres. in released years. in artists. dan ga terlalu mendominasi taylor swift because it would be a taylor swift playlist if i made it from this april hahaha. glad that i made it now rather than months ago when i obsesseeeeddd with ttpd. 

kinda check my public playlist ;-)

26 Juni 2024

Page 178 of 366: Overwhelmed.

have you ever have tooooo much things to do, and you're overwhelmed, and you don't know what to do first, and left with doin' nothing at all? 

it is what's happening in this second -_-

17 Juni 2024

i love you long after you're gone, gone, gone.

i'm ten-years late and i don't have any explanations yet. but maybe, indeed, the heart wants what it wants. 

10 Juni 2024

me, and the monster i hate.

i hate being this melancholic, hopeless, questioning love side of me. it's just... made me weak. made my head spinning around, wondering about the answers to the sound in my head. i hate being attached to the ones who (soon) left. i want someone to stay. bear with me. 

but in the end, it's me who pulled myself out of that kind of thing. and no one ever pulled me back in, and said that i'm worth to fight for. 

9 Juni 2024

selamat ulang tahun, kubisikkan perlahan. 
lirih. kamu tak mendengar. 
bersama angin, tak kau hirau. 
tak apa. 
semoga bahagia, harapku. 
kamu telah lama berkawan dengan lara.
anggap saja, hadiahku. 
karena aku tahu, kamu pantas. 
semoga kembali bertemu cinta
karena dalam senyummu, aku tahu. 
kamu baik-baik saja. 
setelah kugores sedemikian rupa. 
setelah mendengar masalah hidupku.
kamu akan lupa. 
hidupmu akan utuh.
dan adalah aku, yang tidak lagi di sana. 

5 Juni 2024

dan aku berharap, kali ini tak salah lagi tempat untuk membuka siapa aku. karena selama bertahun-tahun, membuka diri kepada yang kemudian pergi membuatku lelah. memercayai orang tak semudah itu. bercerita siapa aku selalu menguras energi. benar-benar meyakini seseorang itu layak butuh waktu. dan untuk melihat seseorang kembali pergi membawa secuil tentang aku, membunuhku perlahan. 

4 Juni 2024

Jakarta, Aku Urung Pulang.

Romantisme Kota Jakarta sepertinya sudah mendarah daging. Kota penuh harapan, mereka bilang. Entah sudah berapa juta asa digantung, separuhnya pulang dengan peluh. Rasa-rasanya, gemerlap hanya mimpi. Memesona, namun sekejap. Siang menuju malam, pun sebaliknya. Apakah kamu selamat dari gempuran kepadatan angan dan ambisi yang dipupuk di setiap gerbong penuh dengan muka-muka tanpa rehat?

Melangkah dengan tak pasti, memasuki satu babak dalam umur terbaru. Mengintip seperempat abad baru, harap-harap haru. Siapa yang membantu menyulut api pada kue tak berasa itu? Gula-gula habis dimakan masa muda, sekarang lebih berharap tensi tak naik kala semesta sedang tidak berbaik hati. Mana pinggang-pinggang yang mulai muak dengan kursi nyaman di bawah kotak pendingin memerangi polusi kota ini? Mana pundak-pundak pondasi harapan namun selalu butuh sandaran yang tetap memasang topeng independen-nya?

Aku tidak pernah tahu apakah aku bisa menjadi bagian dari kota ini. Sebagian nyawaku terserak pada jalanan Surabaya yang teriknya terasa merasuk hingga tulang. Setiap ujung kota-nya memiliki cerita, dan tak dipungkiri, kadang kubenci. Ada kotak-kotak pengambilan gambar, yang kusimpan entah di mana. Manusia yang pernah bersama, juga sudah entah di mana. Ada kotak-kotak pencakar langit, hafal kutelusuri, namun meredup sudah lampunya. Ada orang-orang yang lalu-lalang, kini tinggal cerita yang bukunya kusimpan rapi. Tertumpuk, berdebu, di sudut, berusaha dilupakan. Namun untuk seperempat pertama hidupku, di sanalah hidupku dirajut. Meramu siapa aku, yang kemudian hilang dalam sekejap.

Pulang. Aku tidak pernah tahu kereta arah mana yang membawaku pada tujuan. Panahnya terputar, mencari arah rumah yang tidak kuketahui alamatnya. Kepada Timur yang pernah menjadi rumah tempat aku tumbuh, ataukah pada Barat tempat menempa cita-cita? Tempat aku menggantungkan sebagian harap, alih-alih untuk cinta, tapi lebih pada bertahan hidup. Mengisi kekosongan dengan riuh perkotaan yang segan menjadi sunyi, setidaknya agar isi kepalaku memiliki lawan yang sepadan. Menyelamatkan senyawa yang kosong, memberikan sedikit hidup agar ia tak mati kesepian. Memberikan aku sedikit cahaya, agar tak terduduk dalam gelap terus-menerus. 

Jakarta, Jakarta. Dua-ribu dua-puluh empat. 
Lima tahun lewat sudah dari terakhir aku menyentuhmu. Entah adakah aku yang tersisa dalam perjalanan ini. Ketika membuka memoar itu, ada aku yang lebih hidup. Lentera dan cinta. Harap dan ragu. Ada kamu, ada waktu. Aku berharap lembar ini tak menuliskan hal yang sama dengan lalu, walau garis besarnya masih seperti kaset rusak, berputar-putar-putar-putar-putar... 

Jakarta. Rapalan itu mulai terdengar seperti mantera. Mulai terdengar seperti putus asa. Linimasa tentangnya, kini tercantum seperti tipuan. Ilusi. Seperti halnya cinta dan obsesi, sekejap euforia kemudian mati. Adakah yang sejati? Atau memang alamat yang kumiliki telah kadaluwarsa? 

Jakarta, pulang sepertinya bukan opsi. Karena hatiku berpaling lagi. 


// rumah untuk hati, yang tidak lagi di sini. 
04.06.24; 02.19am