Kepada insan yang (akan) bertambah umur,
Semoga di tahun yang baru, kamu menemukan apa yang selama ini kau cari. Tentang cita dan cinta, tentang mimpi dan angan yang telah kau rajut sepenuh hati. Tentang raga yang selama ini mencari jati dirinya.
Semoga kamu mendapati dirimu berdamai pada kenyataan. Bahwa pada akhirnya, waktu memanglah sang penyembuh segala luka. Mungkin tidak membuat lupa barang sejenak, namun setidaknya kamu tidak lagi merasakan sesak yang sama kala pertama tergores.
Semoga pada akhirnya, kamu tidak lagi meragukan dirimu. Bahwa "kata mereka" tidak lagi menjadi hantu kala kamu ingin melaju. Tidak lagi kamu tersandung oleh cibiran mereka yang memupuk ragu dalam dirimu.
Semoga kau bahagia, sungguh. Kamu berhak untuk merasa bebas dan damai setelah apa-apa yang kau lalui. Duka, lara, luka. Kamu berhak menghadiahi dirimu satu cangkir kebahagiaan.
Dan selamat menapak satu tahun di usia dua-puluh.
Selamat berbahagia.
—awankelabu,
(tiga belas hari menuju) dua-puluh satu.
30 April 2019
29 April 2019
14 days to 21.
happy 21st birthday, dear myself.
i hope in this year, you'll find what's you're looking for. i hope you'll find the peace within youself. i hope you'll survive, struggling with your anxiety. i hope when you fall in love one day, you'll get the love you deserve. i hope you know, when you're in the lowest time of your life, there's still someone in your life that still loves you no matter what. i hope, you finally love yourself without doubting every little thing in you.
i may not be able to do all these wishes in a year (or maybe????) but i know, when i write it, at least i'll try it.
happy birthday.
another amazing year will be yours.
another amazing year will be yours.
22 April 2019
bahagia untukmu.
aku akui aku tidak pernah menuliskanmu ketika bersama. pun ketika berpisah, rasa-rasanya hatiku tetap se-membeku hari pertama kamu menyapa. tidak, bukan salahmu. aku yang terlalu terpuruk hingga tak mampu sekedar menyadari ada kamu.
aku akui biasanya ketika cintaku dalam, aku sering menuliskan pada puisiku. kepada kata-kata yang terangkai, kutitipkan sebuah harapan yang kurajut dengan si dia sang inspirasi. dan kamu, bukanlah orang itu. sosokmu tak pernah hadir dalam rangkaian kata-kataku. mohon maaf, sayang, waktumu kubuang sia-sia. begitu saja.
namun pada akhirnya, aku menuliskanmu. jauh usai badai mereda, usai kau tidak lagi ada di semestaku. kamu telah mengepakkan sayapmu sendiri, pada mimpi dan ambisi di Ibu Kota. dan jauh usai kau memiliki dia yang akhirnya menjadi pemujamu.
tidak—bukan aku menyesal. justru yang kudapati adalah bahwa aku ikut bahagia. pada akhirnya, ada dia yang mengerti maumu. ada dia yang menjadi penyemangatmu. tidak perlu kamu meratap pada yang lalu, cerita kita telah usai. sedari awal, seharusnya aku tidak pernah memberikanmu setitik asa, karena nyatanya aku tidak mampu merajutnya bersamamu. seharusnya, rasaku kubiarkan mati.
ini bukan tulisan untuk membuatmu kembali mengingatku. tidak.
ini adalah tulisan penuh kebahagiaan. tentang aku yang kembali sendiri. dan kamu yang akhirnya berbahagia. tidak apa. aku ikut bahagia, tentu saja.
—awankelabu, selamat berbahagia untukmu.
aku akui biasanya ketika cintaku dalam, aku sering menuliskan pada puisiku. kepada kata-kata yang terangkai, kutitipkan sebuah harapan yang kurajut dengan si dia sang inspirasi. dan kamu, bukanlah orang itu. sosokmu tak pernah hadir dalam rangkaian kata-kataku. mohon maaf, sayang, waktumu kubuang sia-sia. begitu saja.
namun pada akhirnya, aku menuliskanmu. jauh usai badai mereda, usai kau tidak lagi ada di semestaku. kamu telah mengepakkan sayapmu sendiri, pada mimpi dan ambisi di Ibu Kota. dan jauh usai kau memiliki dia yang akhirnya menjadi pemujamu.
tidak—bukan aku menyesal. justru yang kudapati adalah bahwa aku ikut bahagia. pada akhirnya, ada dia yang mengerti maumu. ada dia yang menjadi penyemangatmu. tidak perlu kamu meratap pada yang lalu, cerita kita telah usai. sedari awal, seharusnya aku tidak pernah memberikanmu setitik asa, karena nyatanya aku tidak mampu merajutnya bersamamu. seharusnya, rasaku kubiarkan mati.
ini bukan tulisan untuk membuatmu kembali mengingatku. tidak.
ini adalah tulisan penuh kebahagiaan. tentang aku yang kembali sendiri. dan kamu yang akhirnya berbahagia. tidak apa. aku ikut bahagia, tentu saja.
—awankelabu, selamat berbahagia untukmu.
19 April 2019
[ Jakarta, Aku Pulang ]
Kutatapi lalu-lalang kota dimana
aku dibesarkan. Riuh suara tentang keluh terik mentari, pun macet yang mulai
merambat. Tidak seperti sang Ibu Kota, Surabaya masih memiliki longgar. Mobil
ini berhenti oleh lampu yang berubah warna merah, di satu titik yang dulu punya
cerita.
Jalanan ini salah satu saksi kala
malam menggelayut, dan ada aku serta kamu dalam satu atap. Laju jalanan sudah
mulai lengang, namun sesekali masih ada yang bertahan untuk pulang. Ada
keheningan yang cukup dingin, namun hangat hadir hanya dengan adanya kamu.
Sudah lelah kita berjuang, cinta saja memang tidak pernah cukup.
Atau gedung besar di salah satu
jalan besar di Surabaya. Tempat kita memadu kasih layaknya remaja bodoh yang
jatuh cinta. Ada kotak untuk memotret momen, atau ruang dingin menatap layar
dengan lenganmu memelukku, atau sekadar restoran cepat saji kala kau berkata
sudah tak lagi punya uang untuk makan di restoran favorit.
Mobil yang kini kutumpangi
perlahan maju membelah kota. Membuat nostalgiaku terus melaju tak mampu
kutahan. Ada pojok kafe tempat pertama kali kamu menyatakan cinta. Yang kini
kulewati begitu saja—walau kenangannya tak segera hilang selaju dengan cepatnya
mobil ini. Kala rona merah mampu menghangatkan suasana, cinta kala muda yang
kemudian enggan terlupa.
Dan sebelum sampai di tujuan,
untuk pertama kali usai bertahun-tahun, aku akhirnya melihat satu tempat dimana
aku pertama menjatuhkan pandang padamu. Dahulu, kamu bilang yang jatuh cinta
terlebih dahulu di tempat lain—bulanan usai momen dimana aku melihatmu pertama
kali. Hari itu, aku masih ingat. Kacamata berbingkai hitam, sweater abu-abu,
dan celana jins biru—tidak terlupa. Untuk pertama kalinya, aku jatuh cinta di
pandangan pertama. Untuk pertama kalinya, hatiku yang telah berkeping-keping
kembali utuh.
Namun tahunan usai kita bersama,
ternyata kita tak pernah bisa satu. Meski aku mengalah demi cinta sekalipun,
yang kau mau tak pernah mampu kulakukan. Ego dan luka, serta asa yang lama
habis dikuras waktu. Cinta tidak pernah cukup. Cinta saja, tidak membuatmu
tidak berpaling dengan mudahnya.
Dan seluruh kota ini memiliki
ceritanya. Lima tahun bersama, meninggalkan jejak cerita di sudut-sudutnya. Bersama
kotak berisi potret kala masih ada canda dan tawa, aku sampai di tujuanku.
Stasiun kereta yang padat lalu-lalang manusia, adalah tempatku untuk
memantapkan hati. Yang usai, sudah selesai. Namun untuk tetap tinggal, hatiku
tak lagi sanggup.
Bersama kereta yang menuju barat,
kuucapkan selamat tinggal. Kepada kamu, kepada kota yang kutinggalkan. Mungkin
separuh hidupku ada di sini, bersama cinta dan ambisi yang akhirnya kukubur
dalam-dalam. Namun kini, aku mengalah. Dan kepada Ibu Kota, kutitipkan sedikit
harap. Tentang hari baru, dan hati yang baru.
Jakarta, aku pulang, bersama
segenap mimpiku yang tersisa.
—awankelabu, selamat tinggal.
15 April 2019
Page 105 of 365: Tidak produktif.
Jadi, saya berniat untuk kembali nge-blog. Dengan ide yang kadang dateng, namun lebih cepet ngilangnya. Ya yaudah sih hehehehe.
Nah, aku take down buat 365 Questions yang pernah aku bikin. Dan...
YA AMPUN SE NGGAK PRODUKTIF ITU KAH AKU 2019 INI????
Ya udah.
Semoga bisa nulis lagi.
Hectic banget mau magang :(
Nah, aku take down buat 365 Questions yang pernah aku bikin. Dan...
YA AMPUN SE NGGAK PRODUKTIF ITU KAH AKU 2019 INI????
Ya udah.
Semoga bisa nulis lagi.
Hectic banget mau magang :(
Langganan:
Postingan (Atom)